Dalam sejarah hidup orang-orang Kudus, kita ketahui bahwa para kudus
menjadi kudus bukan karena mereka sendiri menyatakan dirinya demikian.
Allah sendirilah yang mengangkat mereka dan memasukkannya dalam jajaran
para kudus lewat Bunda Gereja yang
secara resmi mengkanonisasinya. Dengan melihat dan menyaksikan cara
hidup dan iman mereka selama di dunia patutlah diberikan ganjaran
setimpal kepada mereka dengan cara kanonisasi menjadi kudus. Kanonisasi
itu biasanya berlangsung lama sejak kematian mereka atau bahkan
bertahun-tahun kemudian setelah mereka wafat. Penetapan kanonisasi
orang kudus dimulai dengan mengumpulkan bukti-bukti sahih, akurat,
terpercaya, lewat mukjizat-mukjizat yang terjadi pada orang-orang
tertentu dan lewat kesaksian-kesaksian orang-orang yang pernah dekat
dengan mereka atau orang-orang yang ada sangkut pautnya dengan mereka
semasa hidupnya.
Para kudus tidak mengetahui bahwa mereka
dikanonisasi menjadi orang kudus karena mereka sudah keburu meninggal.
Orang yang di belakang merekalah yang bertindak untuk tugas mulia itu.
Tetapi hal ini sangat baik karena kesaksian itu tidak muncul dari mulut
para kudus itu sendiri. Jika seandainya mereka mewartakan diri sendiri
dan menyatakan bahwa dirinya kudus pastilah kita berkata bahwa kesaksian
itu palsu, atau paling tidak kita tak akan gampang percaya. Orang yang
menyatakan dirinya baik sebenarnya bukanlah baik, dan orang yang
menyatakan dirinya tidak berdosa sebenarnya dia adalah berdosa karena
tidak ada manusia yang tidak berdosa. Lebih baiklah kita rendah hati dan
melihat diri kita sebagai tidak layak di hadapan Allah. Dan lebih
baiklah kita tidak menonjolkan diri kita sendiri di hadapan orang lain
supaya kita tidak direndahkan mereka.
Yesus sendiri pun dalam
Injil hari ini secara jelas menghindari penonjolan diri ini walaupun Ia
sendiri adalah Allah. Ia justru membiarkan orang lain bersaksi tentang
diri-Nya: ‘Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku
itu tidak benar, tetapi ada yang lain yang bersaksi tentang dan Aku
tahu, bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar” (Yoh
5:31-32). Lewat kesaksian orang-orang lain yang diilhami oleh Allahlah
kita mengenal dan mengetahui siapa Yesus itu sebenarnya. Bahkan
kesaksian tentang Yesus sendiri lebih hebat dari para kudus. Jika para
kudus diberi kesaksian dan kanonisasi setelah kematiannya, Yesus bahkan
lebih spektakuler, karena sebelum kelahiran-Nya pun Dia sudah
dinubuatkan oleh para nabi Perjanjian Lama. Musa sendiri telah mencatat
tentangNya dalam kitab-kitabnya (bdk. Yoh 5:46-47). Dengan kesaksian
para orang terpercaya ini kita semakin diyakinkan tentang Keallahan
Yesus. Ia adalah Putra Allah sendiri yang turun ke bumi menjadi manusia,
yang telah diramalkan oleh para nabi dan hal itu dipertegas kembali
setelah kelahiran, wafat dan kebangkitanNya yang mulia. Dia tidak
bersaksi mewartakan diriNya sendiri, tetapi membiarkan orang lain
menyatakan siapa diriNya yang sesungguhnya.
Sabda Yesus ini pun
mengajarkan kepada kita semua kerendahan hati dengan tidak menonjolkan
diri kita di hadapan Allah dan sesama kita. Jika kita ingin dikenal
hebat dan baik, biarlah kita bertindak baik dan tidak perlu
mengucapkannya bahkan memamerkannya di hadapan orang lain. Orang yang
melihat dan mengalami kebersamaan dengan kita akan menilainya sendiri.
Mereka akan memberi kesaksian tentang kita, dan kesaksian mereka bisa
lebih dipercaya. Biarlah Allah sendiri dan teman-teman kita mengatakan
kita baik dan saleh, karena penilaian itu akan dengan sendirinya muncul
dari penglihatan dan pengalaman mereka. Janganlah kita gemar menuliskan
kebaikan-kebaikan kita tetapi lebih bergunalah ketika kita menuliskan
kekurangan dan keburukan kita supaya kita berjuang untuk semakin baik
lagi. Lebih baik kita menuliskan kebaikan orang lain daripada kebaikan
kita sendiri. Seorang guru spiritual berkata: “Tuliskanlah kebaikanmu di
atas pasir pantai, tetapi ukirlah keburukanmu di atas batu”. Kiranya
maksud dari kalimat itu jelas, yakni supaya kita tidak larut
mengingat-ingat kebaikan kita, tetapi lebih baik merefleksi lebih lama
keburukan dan dosa kita. Semoga Sabda Tuhan hari ini membimbing kita
semakin rendah hati dan tidak menyombongkan diri. Orang lain akan
melihat kebaikan kita dan menyatakannya di hadapan umum. Dengan demikian
kesaksian mereka itu akan lebih bermutu daripada kesaksian kita
sendiri. Tuhan memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar