Kamis, 08 Maret 2012

perkawinan dalam adat batak


Perkawinan dalam Adat Batak

1. Kawin Lari atas kesepakatan bersama(Mangalua) .
Kawin lari atau Mangalua atas kesepakatan kedua calon mempelai sangat sering terjadi. kasus ini timbul karena orang tua tidak merestui si pemuda atau si pemudi pilihan anaknya.
2. Kawin Lari dengan paksa(Mangabing Boru).
Jika seorang pemuda jatuh cinta kepada seorang gadis, tetapi lamarannya ditolak secara sepihak oleh orang tua, demi menutupi malu dan didorong rasa cintanya yg berapi-api, maka si pemuda mengajak beberapa orang temannya untuk menculik si gadis dan membawa si gadis kerumahnya utk dijadikan istri. perbuatan ini dianggap pelanggaran susila ttp masih ada jalan terbuka untuk perundingan.
3.Perkawinan atas desakan si gadis(Mahuempe/ Mahiturun) .
Bentuk perkawinan mahuempe terjadi bila si gadis pergi menemui si pemuda atas prakarsa dan kemauannya sendiri. biasanya si gadis ditemani oleh beberapa temannya mendatangi si pemuda dan mendesak agar perkawinan segeradilaksanakan. Mahiturun adalah perkawinan yg hampir sama dengan mahuempe, bedanya dalam mahiturun si pemudi jauh lebih aktif dan agresif dibanding mahuempe.

4.Perkawinan untuk menggantikan istri yg meninggal(Panoroni) .
Jika seorang istri meninggal dan mempunyai beberapa anak yg masih kecil2, timbul masalah siapa yg akan mengasuhnya nanti. Dalam hal ini si Duda dapat meminta kepada orang tua si istri(parboru) untuk mencarikan pengganti istri yg sudah tiada.
5.Perkawinan karena suami meninggal(Singkat Rere).
Jika seorang suami meninggal,maka akan timbul masalah bagi si janda untuk penghidupannya di kemudian hari dan jika si janda masih sehat dan masih mampu memberikan keturunan dan tidak keberatan untuk kawin lagi maka yg pertama harus dipertimbangkan menjadi calon suaminya ialah adik laki-laki dari si suami yg meninggal,atas dasar ‘ganti tikar’(singkat rere). Kalau pria yg mengawini si janda ialah adik atau abang kandung si suami atau saudara semarga yg sangat dekat dgn almarhum, maka istilah perkawinannya disebut pagodanghon atau pareakkon.
6.Bigami atau Poligami (Marimbang, Tungkot).
Jaman dulu banyak lelaki yg malakukan poligami dengan alasan mengapa mereka mengambil istri kedua atau lebih, sebagian menyatakan untuk memperoleh keturunan yaitu karena masih belum mendapatkan keturunan laki-laki. tetapi ada juga yg bermaksud memperbesar kekeluargaan dgn tujuan meningkatkan kesejahteraaan atau disebut pabidang panggagatan(melebarkan lapangan tempat merumput). Dalam kasus perkawinan bigami(marsidua- dua) kedudukan istri kedua sangat seimbang dengan istri pertama, sebab itu disebut marimbang. atau yg lain yaitu si istri pertama memilih istri kedua dari kalangan keluarga terdekat dan disebut tungkot(tongkat) .
7.Perkawinan sebagai agunan utang(Parumaen di losung).
perkawinan ini ialah perkawinan yg menggunakan anak gadis sebagai agunan utang si bapak dari si gadis tsb. jika seorang bapak mempunyai utang pd seseorang dan belum mampu melunasinya, maka sebagai agunan utangnya dia menyerahkan anak gadisnya utk dipertunangkan kepada anak si pemberi utang.
8.Perkawinan menumpang pada mertua(Marsonduk Hela).
Perkawinan marsonduk hela hampir sama dgn perkawinan biasa, tetapi karena mas kawin(sinamot) yg harus diserahkan kurang, maka diputuskan si laki-laki itu menjadi menantunya dan dia akan tinggal bersama mertuanya untuk membantu segala pekerjaan dari mulai pekerjaan rumah sampai sawah. Pihak sinonduk hela(menantu) tidak seumur hidup harus tinggal berasama mertuanya, jika keadaan sudah memungkinkan dia dapat pindah di rumahnya sendiri.
9.Perkawinan setelah digauli paksa(Manggogoi) .
Jika laki-laki menggauli perempuan secara paksa(manggogoi) ada dua hal yg mungkin terjadi. jika perempuan tidak mengenal pria tersebut dan tidak bersedia dikawinkan maka pria tsb dinamakan pelanggar susila hukumannya ialah hukuman mati. tetapi jika si perempuan bersedia melanjutkan kasusnya ke arah perkawinan yg resmi ,maka prosedurnya sama dgn mangabing boru.
10.Pertunangan anak-anak(Dipaoroho n).
Pertunangan anak-anak pd jaman dahulu bukanlah hal yg aneh, hal ini sering dilakukan oleh raja-raja dahulu. beberapa alasan mempertunangkan anak-anak: hubungan persahabatan/ kekeluargaan, seseorang tidak mampu membayar utang kepada pemberi utang, dll.
(Bisuk Siahaan, 2005)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar